Minggu, 18 Mei 2014

Nama

aku bertemu banyak nama yang sama sepertimu
tiada kata berulang yang mampu membuat analaogi baru seperti saat terdengar nama itu
kamu tak tahu, karena kita belum bertemu

aku ingin berbagi cerita
ada orang baik yang menolongku di sebuah kota
belum lagi sempat kubalas budi baiknya
dia lalu hilang, sekarang entah di mana
kisah tentang nama yang sama selalu berulang
dan setiap kalinya, perasaan itu menggelitik riang

belum lagi kuatur nafasku kembali
ada nama yang sama kujumpa lagi
ah mungkin cuma kebetulan saja, pikirku
bukankah yang sebelumnya tidak pernah membekas setelah berlalu?

sekarang padamu, aku tak punya harap baru
selain menceritakan kamu pada Tuhanku

2014
cerita seorang kawan

Sabtu, 17 Mei 2014

Bawang Putih

Dengan nama Ar-Rahmaan lagi Ar-Rahiim

Jadi begini ceritanya, beberapa hari belakangan entah kenapa keberasa lebih cepat capek, sangat sering ngantuk, mudah pusing, dan susah konsentrasi. Memang sih, saya sepertinya agak kekurangan darah atau bahasa kerennya anemia. Tidak berhenti sampai di situ, entah saya lupa juga kenapa tiba-tiba leher sakit padahal bukan bangun tidur.

Kamis, 01 Mei 2014

Kering.

Dengan nama Ar-Rahmaan lagi Ar-Rahiim


Picture taken from Google


Lihat daun kering jatuh, tertiup angin. Ia terbang terkoyak, entah di mana akan singgah. Tak tentu arah. Daunnya berwarna tua, pun berhenti hanya dianggap sampah. Disapu lalu dibakar. Hancur berdebu, berakhir pada asap dan abu.

Hidup yang tidak lama, jangan dibikin layaknya daun kering. Habis hijaunya lalu dibuang. Jangan dikira mudamu akan terus ada saja. Ada saatnya selesai, ada saatnya berhenti, ada saatnya nanti mati. 

Daun hijau tak akan selamanya hijau. Pada pucuknya yang ranum nan membahagiakan, akan tumbuh mewarnai ranting. Namun, jangan silau, pada saatnya ia akan habis usia diawali dengan daun yang menguning.

Bicara tentang daun, bicara tentang iman. Iman mana yang hendak kau gadai, kalau dari awal sesungguhnya kita tak punya? Hidayah mana yang hendak dijual jika tak dijadikan landasan amal? 

Daun kering yang tua, disapu, lalu dibakar. Habis sebagai asap dan abu.
Hati yang kering, sebab habis iman. Entah kemana hendak mengadu.



-Bhayastrij Ika-
Sebuah renungan, selepas adzan ashar.

Sabtu, 19 April 2014

Entah, kali ini apa maunya (saya).

Dengan nama Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiim..


"Bahkan tak selembarpun daun jatuh, kecuali atas seizin-Nya..."
Beberapa hari ini, rasanya saya taak lepas membaca dan mengulang kalimat itu.
Buat saya, kalimat itu seakan menyiratkan tawwakal yang luar biasa seseorang.
Pasrah, mungkin. Memasrahkan segala urusan kepada yang Maha Mengatur, tentunya setelah doa yang tak putus dan usaha yang tak kurang.

Saya hampir sampai pada satu titik bernama jenuh. 

Jadi, ceritanya begini.

....

Selasa, 15 April 2014

Kembali

Bismillah.


Sekarang tanggal 15 April, posting terakhir tercatat tanggal 10 April 2013.
Means??

Setahun lebih 4 hari sudah, blog tidak terjamah!

Jangan sampe dulu bikin blog, dan sekarang cuma jadi ruang kosong.


Ya sudah, tidak terlu disesali. Semoga saja ada hal lebih baik yang sudah tercapai dalam setahun ini. Seperti yang sudah diresolusikan sebelumnya. Kebaikan dari Allah yang pasti tidak terhitung. 


Jadi apa??
Hmm..
Hmm..
Hmmmm...
*garuk - garuk*

BELUM ADA ternyata.


Oh tapi, ada hal lain yang insya Allah baik juga.

1. Saya sudah semester akhir
2. Saya tidak lagi di kepengurusan LDK (mengundurkan diri)
3. Tidak lagi menjadi Tim SPJ
4. Belajar manhaj salaf (meskipun tertatih dan masih kalah sama malas).

Ya, dan mulai sekarang insyaAllah blog ini akan diisi lagi, hehe


Barakallahu fiikum




Sabtu, 30 Maret 2013

Dan Rumah Baru itu Bernama Nurul Huda

Bismillaah..


Langkah pertama memasuki sebuah rumah megah di dekat gerbang belakang kampus. #DEG!Bangunannya sangat indah. Kalau malam datang, lampu-lampu redup di beberapa bagian di luar masjid dihidupkan, kesannya seperti berada di sebuah rumah yang nyaman dan hangat.
Tentu saja, itu kan rumah Allaah... - kata seorang teman. Saya terkekeh, benar juga. Namun, semoga megah bangunannya tak mengalahkan megahnya kualitas ikhwah nya, in syaa Allaah..

Konon, pada jaman dahulu (bukan jaman dinosaurus), sekitar awal tahun 2000-an, masjid nya belum seperti ini. Masjid nya masih bangunan seadanya. Bahkan kalau sedang mabit di masjid, beberapa kakak tingkat di LDK dan tentu takmir nya sering kena gigitan kutu. Ah, namun sungguh ghiroh nya tak tergantikan. Bahkan dengan kondisi demikian pun, kata teman saya, kegiatan kajian rutin (KANTIN NH) tidak pernah sepi dari jamaah.

Beberapa hari yang lalu, saat setelah masjid tersebut diresmikan, sambil membaca basmalah, saya melangkah. Tangga pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.. sampai di serambi.. Mata saya langsung berbinar.. Ini sih 'megah bangett' (maksudnya lebih dari sekedar 'megah aja'.red)
Masuk lagi ke serambi dalam. Memang jarak antara tempat bersuci dan tempat sholat nya lumayan jauh, dan tempat akhowaat sholat itu di atas, alhamdulillaah harus naik tangga lagi :')
Tapi tak apa, mungkin inilah konsep mengolah raga, pengorbanan, dalam menyucikan hati dan jiwa. Maksudnya apa - apa itu dibutuhkan pengorbanan, termasuk ketika menghadap Rabb..
please jangan protes, baru disuruh naik tangga. Coba di negara lain, mau sholat aja pake ngumpet-ngumpet. karena begitu dimusuhinya islam disana. bahkan adzan pun tidak diperbolehkan diperdengarkan dalam jarak tertentu... Maha Suci Allaah, yang memudahkan segalanya di UNS ini. jadi jangan protes! (ini sebentuk penyadaran akan arti pengorbanan itu, #muhasabahdiri)...
Seketika sampai di tempat sholat akhwaat, maa sya Allaah luar biasa! tempatnya luas, bersih. Dalam hati saya berdo'a. Semoga Allaah memudahkan langkah - langkah kita untuk masuk ke dalamnya. Dengan hati yang bersih dan ghiroh yang lebih dari biasanya. Semoga akan banyak ukhuwah yang terangkai dan tercipta. Semoga akan banyak ilmu yang bisa terserap dari sana. Semoga akan selalu terdengar lantunan ayat suci yang senantiasa menggema. Semoga akan lebih banyak hati yang terpaut di rumah baru itu, masjid Nurul Huda..

Beberapa hari setelah hari pertama saya jatuh cinta pada rumah baru itu, saya tau jika rupanya tak hanya saya yang sedang jatuh cinta. Entah apa, beberapa orang datang setiap sore hari hanya untuk berfoto di halaman masjid. Setiap malam, di dekat temaram lampu, rasanya hampir selalu bisa dijumpai yang ingin berfoto. Kata ust. Hakim, Masjid inipun sudah menjadi wisata religi. SubhanAllaah!
Kata teman saya : -kalau kamu mau tau, aku sebenarnya juga ingin foto di sana..- sambil menunjuk tulisan "Masjid Nurul Huda" yang sedang penuh dengan adik-adik kecil santri TPA.
Saya cuma tertawa, dalam hati terharu. Pesona rumah-Mu, Yaa Rabb.. Keindahan itu ada dan tercipta karena sungguh Engkaulah yang Maha Indah yang selalu menaunginya dengan keindahan-Mu..

Dan karena-Mu yaa Rabb, rumah baru itu ada. Sungguh karena-Mu yang mengijinkan segala sesuatunya tercipta. Maka mudahkan kami menghiasinya dengan dzikir. Mudahkan kami menghiasinya dengan ilmu. Mudahkan kami menjalin ukhuwah di dalamnya. Mudahkan kami menjaga rumah baru itu. Mudahkan kami selalu melangkah ke sana.. Mudahkan kami.. :') 





Kamis, 28 Maret 2013

KERUDUNG KOK LEBAR BANGET....

Dengan nada lebih nyinyir, kali ini terdengar seperti itu. Saya ketawa kecil. Yah, sudah mulai terbiasa. Pandangan mata yang melihat dengan aneh, dan mungkin dalam hati bilang, "Old school banget, sih?"
Atau juga ceng-cengan seakan bilang, "...itu kerudung apa tenda? Kok lebar banget sih?"
Yang seperti ini, sudah senyumi saja.

Mungkin bukan saya saja, mungkin kita semua pernah mendengar. Ketika kerudung lebar itu menjadi perolokan. Bahkan menjadikannya identitas tradisional, kuno, terbelakang, tua, seperti ibu-ibu......Hai hari gini siapa yang ngga mau jadi ibu?? Konyol.. Dipanggil ibu Haji.. Ini lagi, siapa yang tak ingin menjadi tamu Allaah datang kerumah-Nya?

Lalu bagaimana??

Haruskah marah? - TIDAK!
Atau mengkuliahi dengan macam - macam ayat dan hadist? - Silakan kalau merasa mampu dan punya kompetensi atasnya. 
Atau harus diam saja, tersenyum kecil, mendoakan?
Mungkin harusnya seperti itu. Biar hidayah-Nya segera sampai ke dalam hati mereka.
Hati itu tidak terlihat bukan? 
Tidak terasa atau teraba...
Hati itu tempatnya di sini, di dalam tubuh yang mungkin kita tidak tau dimana tepatnya.

Prasangka, omongan apapun bentuknya adalah ciri seseorang. Jika dangkal, maka itupun menjadi bukti kedangkalan hati dan pikirannya. Biarkan. Pada saatnya biar Allaah saja yang akan menyadarkan..

Bukankah masih ada bagian dari bumi yang tidak terjangkau oleh akal? Maka itulah tempatnya perasaan, tempatnya iman. 

Seberapapun mengharap pujian manusia, rasanya tak akan habis. 
Masih akan selalu kurang.
Lalu sampai mana kita?


-Sebuah Renungan di saat lapang-

Nama

aku bertemu banyak nama yang sama sepertimu tiada kata berulang yang mampu membuat analaogi baru seperti saat terdengar nama itu kamu tak ...