Senin, 18 Februari 2013

Ummu Umarah : Perempuan dalam Perang


Belakangan kayanya seru banget yang ngobrolin tentang kesetaraan gender, termasuk salah satu mata kuliah di kampus saya. Dari sudut pandang saya, sempat ngga setuju memang dengan kestaraan gender yang sekarang ini sepertinya lebih condong ke liberalism. Tapi siapa bilang  kesetaraan gender itu cuma punya liberal? Berabad-abad yang lalu, islam ternyata juga punya tokoh perempuan yang luar biasa. Kenapa? Karena ia adalah pejuang perempuan di zaman Rasulullaah SAW.

Nama asli beliau adalah Nusaibah binti Ka'af Al-Anshariyah, dikenal dengan Ummu 'Umarah. Beliau merupakan salah satu pejuang islam yang berani terjun ke medan perang. Beliau pejuang wanita yang berani menghadapi bahaya dalam perang dan serangan musuh. Namun, Ummu 'Umarah dan perempuan-perempuan muslim saat itu berjuang total sebagai penyedia logistik para mujahid. Bahkan, jika keadaan mendesak, mereka diminta untuk menyandang pedang.

Ummu 'Ummarah adalah salah satu dari sembilan kaum Anshar yang berbai'at kepada Rasulullaah pada bai'at Aqabah kedua. Sebagai sosok cerminan ketegaran, serta kepatuhan, Ummu 'Umarah disebut-sebut Imam Adz Dzahabi sebagai wanita utama dari kalangan Anshar, Khazraj, Najjar, dan Mazin. Sebagai pejuang lapangan, Ummu 'Umarah aktif terpanggil seruan Perang Uhud, Perdamaian Hudaibiyah, Perang Hunain, dan Perang Yamamah.

Saat Perang Uhud, Ummu 'Umarah berjuang bersama suami dan kedua anaknya. Pada awalnya ia bertugas membawakan air minum dengan qirbah (tempat air). Namun pada saat pasukan islam semakin terdesak, ia pun terjun langsung dalam pertempuran hingga mendapat belasan luka di tubuhnya. Saat itu banyak pasukan mulai meninggalkan Nabi SAW, termasuk seseorang yang kemudian pedangnya digunakan oleh Ummu 'Umarah. Semangat perang Ummu 'Umarah yang sibuk mengayunkan pedang dan merawat korban terluka smpai-sampai membuatnya tidak mengatahui salah seorang anaknya terluka parah, sebelum mendengar teriakan Rasulullaah SAW pada putranya, "Hai Abdullah, kau ikat lukamu dulu baru teruskan bertempur lagi!"

Mengetahui anaknya dalam bahaya, Ummu 'Umarah segera mendekati dan mengobati luka putranya. Setelah merawat luka anaknya yang cukup parah itu, sebagai ibu yang bijak, Ummu 'Umarah menyemangati putranya untuk kembali ke pertempuran. Melihat ibu dan anak ini, Rasulullaah SAW terharu dan memujinya. Sabda beliau, "Siapakah yang sanggup melakukan sebagaimana kau lakukan ini, yaa Ummu 'Umarah?"

Dari sebuah arah, datanglah orang yang sebelumnya melukai putra Ummu 'Umarah. Rasulullaah SAW memberitahu keberadaan orang itu padanya. Tanpa banyak kata, Ummu 'Umarah segera menghadang orang itu. dan menghantam kakinya dengan keras. hingga orang tersebut terduduk ke tanah.

Peerjuangan Ummu 'Umarah diriwayatkan oleh Imam Adz Dzahabi dari cerita putranya. Dalam ceritanya, Rasulullah sempat memanjatkan doa atas Ummu 'Umarah dan Abdullah, putranya untuk menjadi sahabat-sahabat beliau di surga. Hal ini karena semangat ibu-anak ini dalam melindungi Rasul SAW di kala banyak yang meninggalkan.

Perjuangan Ummu 'Umarah masih berlanjut ketika Rasulullaah SAW wafat. Saat itu muncul Musailamah al Kadzab yang mengaku nabi. Huabaib (salah satu putra Ummu 'Umarah) ditawan pendusta tersebut saat kaum muslim memeranginya. Ummu 'Umarah tetap tegar membela Nabi SAW bahkan ketika akhirnya Hubaib meninggal mengenaskan disiksa Musailamah. Mendengar berita meninggalnya Hubabib, Ummu 'Umairah berjanji pada Allaah SWT dan memohon pada-Nya agar ia juga meninggal di tangan Musailamah atau ia yang akan membunuh Musailamah.

Maka Ummu 'Umarah pun mengikuti Perang Yamamah. Namun dalam perang ini tangannya terpotong sebelum dapat membunuh Musailamah. Meskipun begitu, ia kembali bersemangat melihat Abdullah anaknya mengusap pedang dengan pakaiannya. Ternyata putranya, Abdullah telah berhasil membunuh Musailamah, seorang nabi palsu. Ummu 'Umarah pun bersujud syukur. Kemuliaan Ummu 'Umarah berakhir sebagai pejuang yang berani dan meninggal di medan perang yaitu Perang Yamamah.

Hikmah dari perjuangan Ummu 'Umarah ini menunjukan islam pun memiliki sisi demokratis selama masih dalam batas aturan yang sesuai syari'ah. Beberapa pihak yang membenci islam pasti akan menuduh islam sebagai agama yang mengikat pengikutnya serta tidak adil dalam menempatkan ruang gerak perempuan. Selain itu semangat juang Ummu 'Umarah dan ke-istiqomah-an patutlah kita contoh. Semoga Allaah SWT menempatkan Ummu 'Umarah bersama para syuhada' di surga-Nya. Aamiin.


Disadur dari tulisan  'Ummu 'Umar"
(Majalah Salafy Edisi VII/Shafar/1417/1996 halaman 68-69),
dengan beberapa perubahan

Bayar Utang

Bismillaahirrahmaanirrahiim...

Inspirasi itu datang dan pergi sesuka hati.

Eits, apa sih maksudnyeeeh??

:D

Ini adalah sebentuk cara ngeles, karena berbagai tulisan yang cuma jadi notes di laptop, dan ngga pernah diposting atau belum diposting, in syaa Allaah hari ini bakal diposting *dancing*.

Jadi jangan kaget kalau habis ini ada banyak postingan yang dipost pada hari yang sama.

RAJIN? jauh dari itu!
justru karena saya malesss banget belakangan ini.. (pliss jangan diomelin)

Maka marilah sejenak kita memejamkan mata. Membaca 'basmallah' trus mulai membaca.

Silakan tinggalkan komentar.
:)

Jazakumullaah khayraan katsiiraan

Minggu, 10 Februari 2013

TABARRUJ #1 (bercelak, sepatu hak tinggi)


Pertanyaan :
Marak di kalangan remaja putri kebiasaan memotong rambut hingga pundak dalam rangka berdandan. Demikian pula memakai sepatu bertumit sangat tinggi dan bermake-up. Lantas apa hukum dari perbuatan-perbuatan tersebut ? Pertanyaan berikutnya, apa hukum memakai celak bagi wanita dan juga bagi lelaki ?

Jawab :
Fadhilatusy Syaikh Al-’Allamah Muhammad ibnu Shalih Al Utsaimin rahimahullah memberikan fatwa dalam masalah diatas.
“Potongan rambut wanita bisa jadi modelnya menyerupai potongan rambut laki-laki dan bisa jadi tidak. Bila sekiranya modelnya seperti potongan rambut laki-laki maka hukumnya haram dan termasuk dosa besar, karena Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam MELAKNAT wanita yang tasyabbuh/menyerupai laki-laki. Bila modelnya tidak sampai menyerupai laki-laki, maka ulama berbeda pendapat hingga menjadi tiga pendapat. Diantara mereka ada yang mengatakan boleh, tidak mengapa. Diantaranya ada yang berpendapat haram. Pendapat yang ketiga mengatakan makruh. Yang mahsyur dari madzhab Al-Imam Ahmad adalah perbuatan tersebut makruh.

Sebenarnya, memang tidak sepantasnya kita menerima segala kebiasaan dari luar yang datang pada kita. Belum lama dari zaman ini, kita melihat para wanita berbangga dengan rambut mereka yang lebat dan panjang. Tapi kenapa keadaan mereka pada hari ini demikian bersemangat memendekkan rambut mereka ? Mereka telah mengadopsi kebiasaan yang datang dari luar negeri kita. Saya tidaklah bermaksud mengingkari segala sesuatu yang baru. Namun saya mengingkari segala sesuatu yang mengantarkan perubahan masyarakat dari kebiasaan yang baik menuju kebiasaan yang diambil dari selain kaum muslimin.

Adapun sandal ataupun sepatu yang tinggi, tidak boleh digunakan apabila tingginya diluar kebiasaan, mengantarkan pada tabarruj, dan (dengan maksud) mengesankan si wanita tinggi serta menarik pandangan mata lelaki. Karena Alloh ‘azza wa jalla berfirman :
“Janganlah kalian bertabarruj sebagaimana tabarrujnya orang-orang jahiliah yang awal.” QS. Al-Ahzab; 33

Maka, segala sesuatu yang membuat wanita melakukan tabarruj, membuat ia TAMPIL BEDA daripada wanita lainnya, dengan maksud berhias, maka haram, tidak boleh dilakukannya.
Tentang pemakaian make up, tidak mengapa bila memang tidak memberi madharat atau membuat fitnah.

Masalah bercelak ada dua macam :
Pertama : Bercelak dengan tujuan menajamkan pandangan mata dan menghilangkan kekaburan dari mata, membersihkan mata dan menyucikannya tanpa ada maksud berdandan. Hal ini diperkenankan. Bahkan termasuk perkara yang semestinya dilakukan (bagi lelaki maupun wanita, pen). Karena Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam biasa mencelaki kedua mata beliau, terlebih lagi bila bercelak dengan itsmid.

Kedua : Bercelak dengan tujuan berhias dan sebagai perhiasan. Hal ini dituntut untuk dilakukan para wanita/istri, karena seorang istri dituntut berhias untuk suaminya. Adapun bila lelaki memakai celak dengan tujuan yang kedua ini maka harus ditinjau ulang masalah hukumnya. Saya sendiri bersikap tawaqquf  (tidak melarang tapi tidak pula membolehkan, pen) dalam masalah ini. Terkadang pula dibedakan dalam hal ini antara pemuda yang dikhawatirkan bila ia bercelak akan menimbulkan fitnah, maka ia dilarang memakai celak, dengan orang tua (lelaki yang tidak muda lagi) yang tidak dikhawatirkan terjadi fitnah bila ia bercelak.” [Majmu'ah As'ilah Tuhimmu Al Usrah Al-Muslimah, hal.8-11]


Dalam masalah sepatu bertumit tinggi, Al-Lajnah Ad-Daimah lil BUhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta’ yang saat itu diketuai oleh Samahatusy Syaikh Al-Walid Abdul Aziz ibn Abdillah ibnu Baz rahimahullah memfatwakan, “Memakai sepatu bertumit tinggi tidak boleh, karena dikhawatirkan wanita yang memakainya beresiko jatuh. Sementara seseorang diperintah secara syar’i untuk menjauhi bahaya berdasarkan keumuman firman Alloh :
“Janganlah kalian menjatuhkan diri-diri kalian kepada kebinasaan.” QS. Al-Baqarah ; 195
“Janganlah kalian membunuh jiwa kalian.” QS. An-Nisaa’ ; 29

Selain itu, sepatu bertumit tinggi akan menampakkan tubuh wanita lebih dari yang semestinya (lebih tinggi dari portus sebenarnya, pen). Tentunya yang seperti ini mengandung unsur PENIPUAN. Dengan memakai sepatu bertumit tinggi berarti menampakkan sebagian perhiasan yang sebenarnya dilarang untuk ditampakkan oleh wanita muslimah.

Alloh ‘azza wa jalla berfirman :
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami-suami mereka atau bapak-bapak mereka atau bapak-bapak mertua mereka (ayah suami) atau anak-anak laki-laki mereka atau anak-anak laki-laki dari suami-suami mereka atau saudara-saudara laki-laki mereka atau anak-anak laki-laki dari saudara laki-laki mereka (keponakan laki-laki dari saudara lelaki) atau keponakan laki-laki dari saudara perempuan mereka atau dihadapan wanita-wanita mereka.” QS. An-Nuur ; 31
[Fatwa no.1678, Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 17/123-124]

-disalin ulang dari majalah AsySyariah ; rubrik Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah-

disadur dari sini....

Sabtu, 09 Februari 2013

Buat Bapak yang Jauh di Sana

Bismillaahirrahmaanirrahiim..

Assalamu'alaykum Pak,
Lama sepertinya kita tak saling memandang kecuali melalui foto.
Semoga Allaah senantiasa melindungi Bapak,
seperti halnya Allaah selalu melindungi aku dan ibu.

Bapak, aku yakin tanpa bertanya, pasti Bapak tau kenapa kutulis ini.
Ya, Pak..
Setumpuk rindu itu sudah minta dikirimkan ke tujuan.
Rupanya ia tak sanggup lagi bertumpuk kecuali hanya air mata.
Seperti yang kuucap dalam doa setiap habis shalat.
Dengarkah, Pak?

Tahun ini usiaku berkurang lagi.
Ah ya, Bapak sudah tahu.
Allaah begitu menyayangiku sehingga tahun-demi tahun aku selalu diingatkan-Nya.
Saat ini in syaa' Allaah segalanya semakin baik.
Doakan ya, Pak biar lebih baik.

Ah, Bapak.
Tak tahukah kau betapa rindu ini kadang membuncah tanpa terkendali.
Sungguh aku merindukanmu, Pak.
Rindu saat-saat kamu membelaiku saat tertidur.
Aku rindu masa itu.





Rasanya ingin kulempar sebuah surat dalam botol.
Berharap di sana kau membaca.
Tak akan putus doaku untukmu, Pak.
Suatu saat kita bisa bertemu dalam tempat yang lebih baik di hadapan-Nya.

Doaku juga,
Semoga kau tak pernah berhenti mencintai Rasulullaah..
-suatu saat akan kukenalkan untukmu-
Akan kulakukan apa yang dulu belum ku lakukan.
Lillaahi ta'ala.

Aku tau kau milik-Nya
Keputusan-Nya selalu tepat.
Mengambilmu saat itu kadang membuatku bersyukur karena tugas mu telah selesai.
Meski apu sulit menerima awalnya
Tapi tak apa.
Biar kulanjutkan perjalananku setelah ini.

Sudah dulu ya, Pak
Mataku tak kuat lagi rupanya.
Beristirahat ya Pak..dengan tenang..dalam kedamaian..

"Semua yang dari ALLAAH, akan kembali kepada ALLAAH.. "

Bapak,
semoga kau bahagia disana.


dari anakmu,
Astrid






Rabu, 06 Februari 2013

ada yang hilang..







Bismillaah...

benar memang, rindu itu terasanya saat apa yang dirasakan biasanya ada, 
tiba-tiba menghilang....
meskipun pada awalnya biasa saja,
akhirnya bisa saja berbeda...


Perasaan seperti itu, rasanya jarang sekali saya rasakan. Kecuali ketika suasana benar-benar mendukung segalanya. Langit mendung, hujan gerimis, di rumah sendiri.
Ada yang kosong hari ini...

Jam masih menunjukkan pukul sembilan pagi. Biasanya sepagi ini saya sudah hectic di satu bagian Fakultas Teknik. Sibuk membaca, mengecek pelafalan atau setor hafalan kosakata :D
Rutinitas jam pertama bersama salah seorang tentor Bahasa Inggris kami.

Oh ya, saya lupa.
Sebulan ini saya dan teman - teman mengikuti kursus singkat Toefl Preparation di kampus UNS.
Kursus singkat pengisi liburan.
Saya lebih suka seperti ini. Punya kesibukan di kampus yang saya tahu pada akhirnya akan berguna bagi diri saya sendiri.
:)

Singkat cerita, sebulan kebersamaan bersama teman - teman sekelas dan juga si tentor yang merupakan Wali Kelas kami. kami biasa memanggil dia mr.Anam.
Berbeda dengan mr. Ridho yang selalu identik dengan hafalan, tentor yang satu ini identik dengan 'garing' nya.
Sampai-sampai 'garing' nya yang sudah sampe stadium akhir ini jadi sasaran empuk untuk bahan ledekan. Tapi semua tertawa. Yah, semoga guyonan itu tidak meninggalkan luka pada akhirnya.

:D

Begitulah, sebulan pun berlalu.
Kemarin, tepat tanggal 5, tes terakhir sudak dilaksanakan. Saya bukan mau membahas hasil.
Agak sedikit memalukan, mengingat saya tahu bahwa di tes yang kedua itu saya kurang maksimal.

Tapi bukan, bukan itu yang membuat saya sedih.
KEBERSAMAAN :)
K E B E R S A M A A N .
 satu kata yang sering kita ucapkan. Namun kalau tak mengerti benar implikasinya, pasti rasanya berbeda.

Pagi ini ada yang hilang.
Suasana sibuk menghafal kosakata, cerewet nya teman-teman (padahal saya termasuk yang paling, astaghfirullaah), bercanda, bertukar pengalaman, lsitening yang kurang jelas dan membuat kami sering protes, dan banyak hal yang tiba-tiba menghilang.

Merasa aneh?
Ya!

Tapi itulah hidup.
Pada suatu pertemuan akan ada perpisahan.
Pada suatu akhir dari bagian A berarti pula awal bagian B.
Belum berakhir, sebaliknya, ini baru memulai..

Dan kisah - kisah itu yang entah kapan akan menghiasi jalinan persahabatan kita
dengan ukhuwah yang terjalin erat.

Kepada sahabat berbagi di LongMan Class, selamat memulai hidup kembali setelah ini.
Mungkin tidak akan ada lagi : mr.Anam, Flores, Bagas, Airin, Zul, Dyah, Bagas, Joko, Yovita, Ficha, Nila, Miftah, Achid dan lainnya.

Tapi mungkin ada pengganti yang lebih baik dari mereka di hari - hari setelahnya.
Semoga pertemanan itu akan tetap terjalin.

In syaa' Allaah.

Jumat, 01 Februari 2013

KERUDUNG LEBAR HIJAU MUDA



Gambar diambil dari Google.com

 Tiada saat – saat yang terindah selain saat menemukan jalan menuju ridha-Nya bersama sahabat  seperjuangan.  Tiada hari yang terindah selain hari dimana hidayah itu diberikan tepat dimana hati kita mulai dilembutkan. Saat yang indah menerima ayatullaah yang datang bukan dari manusia. Melainkan surat cinta dari-Nya yang tanpa sengaja terbaca.

Blitar, tahun 2007
            Namun adakalanya hati ini begitu keras akan firman-Nya. Kisah ini dimulai beberapa tahun lalu, saat saya masih berseragam abu-abu. Sebuah buku kecil berjudul “Suri Tauladan Muslimah Sejati” . Tadinya terbungkus rapi di atas meja. Namun saya melihat ibu sudah membukanya. Buku itu kado dari Mbak Ani, seorang yang tadinya aneh yang diijinkan ibu tinggal di rumah kami. Melihat Mbak Ani, untuk sesaat, saya sangat heran. Beliau seorang wanita berusaia akhir dua puluh tahun dan belum menikah. Tapi bukan belum menikah nya itu yang aneh, pakaiannya. Ketika di lingkungan kami semua anak mudanya berlomba-lomba tampil seksi, beliau menggunakan setelan berwarna gelap berupa gamis kebesaran dan kerudung sepanjang perut. Beliau selalu menggunakan kaos kaki. Jumlah pakaian di lemari beliau hanya 4 pasang, ditambah sebuah rok serta sebuah kaos lengan panjang.
            Waktu itu tidak ada yang berkesan dari mbak Ani. Selain beberapa share setiap malam setiap habis shalat isya’. Kami tidur sekamar dengan ranjang tingkat. Saya memilih di ranjang yang atas. Setiap malam kami bercerita. Mba Ani sering berbagi tentang cerita seram atau cerita lucu. Tapi ternyata kesimpulan tentang kajian Minggu itu lebih membekas dalam ingatan.
            “Muslimah itu harus memakai jilbab, Dek. Jilbab yang benar adalah pakaian yang lebar. Tidak membentuk tubuh dan menutupi dada. Sama satu lagi, No punuk onta! ”
            Saat itu saya mendengar. Tapi pura-pura tidur.

Jakarta, 2012
            Saya ingat hari itu hari Minggu. Janji dengan seorang teman baru bernama Yuna, sebut saja begitu. Kami bertemu dalam sebuah launching buku. Saya mempersiapkan celana lebar, dengan kaos lengan panjang berwarna hitam. Baju favorit saat tidak tahu pakaian mana yang harus dipadu padankan adalah warna polos. Dan Vest bunga-bunga itu menjadi tambahan cantik. Tidak lupa kerudung chiffon segiempat berwarna peach. Not bad.
            Saya sampai duluan di pusat perbelanjaan di kawasan Blok M, tempat kami biasa bertemu. Rasanya hanya mal itu yang menarik. Bukan dari tokonya, karena jujur saya sedang tidak terlalu berminat berbelanja. Tapi yang membuat kami betah adalah masjid yang terletak di lantai paling atas. Masjid yang teduh.
            Saya mengambil tempat duduk di depan salah satu counter makanan. Memesan minuman dan kue sekedar untuk pengganjal perut. Mata saya berkunang-kunang. Efek makan tidak teratur itu sepertinya mulai saya rasakan. Untung saya dapat duduk meskipun foodcourt sangat ramai, pikir saya.
            Mata saya tak henti memandang sekeliling foodcourt. Ah, foodcourt di hari Minggu sepertinya lebih mirip seperti red carpet. Bukan, lebih dari itu. Foodcourt ini sudah seperti rumah mode perancang kenamaan. Pameran dan perkumpulan sebuah dominasi anak gaul jaman sekarang bernama hijabers. Dan senang sekali, saya termasuk di dalamnya.
Ketika lemon tea sudah habis hampi setengahnya, Yuna datang. Dengan jeans dan blazer tidak lupa hijab yang dimodikfikasi sedemikian rupa. Dia juga penggemar perancang mode dengan warna pelangi itu rupanya. Warna yang agresif, menarik, berani, mendongkrak tatanan! Gahar!
“Udah lama, Chid?” kata Yuna setelah kami bersalaman.
“Ngga juga. Eh lumayan sih..”
“Ooh.. Jadi gimana, Chid, soal obrolan yang kemarin?”
“Yaah, lu.. Baru juga sampe. Pesen makan dulu yuk. Laper gue..”
“Hahahaa..dasar lu! Yuk, ah.. Gue juga laper..”
Kami pun melangkah mengambil menu.
Memang pertemuan dengan Yuna hari ini, tergolong bukan pertemuan biasa. Pertemuan ini adalah pertemuan yang sudah kami rencanakan beberapa minggu lalu pasca perkenalan dalam launcing buku. Rencananya kami ingin join membuka usaha hijab. Melengkapi kebutuhan wanita dengan trend masa kini, trend hijabers.  
“Tapi gue gak bisa total, Chid. Lu tau kan gue abis resign gara-gara kerjaan gue gak bolehin gue pake kerudung..”
DEG! Saya baru ingat. Dalam kondisi sekarang rasanya mustahil untuk bekerja sama dengannya. Konsentrasinya pasti juga untuk membiayai hidup keluarganya. Niat untuk mengajaknya bekerja sama pun mengkerut.
“Oh iya gue lupa. Yaudahlah, dzuhur dulu aja yuk..Siapa tau Allaah kasi petunjuk abis ini.”
“Iya, Chid. Yuk..”

Masjid Blok M itu bernama Masjid Nurul Iman. Saya suka suasana di Masjid yang letaknya di atap pusat perbelanjaan itu. Suasananya begitu tenang, nyaman, dan pasti membuat kita selalu betah bersujud. Didukung oleh fasilitas tempat wudhu yang bersih menyamankan para pengunjungnya.
Di masjid itu saya mengadu tentang permasalahan yang kami bicarakan tadi dalam setiap sujud. Rasanya lega setelah habis mengadu kepada-Nya. Saya berpasrah. Hanya menyerahkan keputusan akhir. Jika memang diijinkan pasti apapun hambatannya tak akan terlihat besar. Saya yakin.
Sehabis bertasbih, saya memutuskan untuk beranjak untuk sholat ba’diyah dzuhur. Namun tertahan oleh percakapan dua siswi SMA di depan saya. Saya melirik di sebelah kanan. Seorang siswi berseragam abu-abu itu menarik tali rambut temannya.
“Eh kalo sholat itu jangan pake iket rambut.”
“Emang kenapa?”
“Punuk onta, tau..”
DEG!                             
“Chid, ngapa lu? Ngelamun.. Udah belum?” Yuna mengagetkanku.
“Hah, belum. Bentar yak, sholat sunah dulu.”

Saat sholat, rasanya ada yang mengganjal. Punuk onta. Rasanya istilah itu sudah tidak asing. Aku mengingatnya, terus mengingatnya. Sampai hendak turun tangga, saya baru ingat. Istilah punuk onta itu ada di buku kado dari Mbak Ani untuk ibu. Sebuah buku kecil berjudul Suri Tauladan Muslimah Sejati. Bukan hanya itu, Mbak Ani juga pernah mengatakan kalau salah satu ciri jilbab yang sesuai syar’i adalah NO PUNUK ONTA. Padahal baru saja saya mau beli dalaman ninja cepol besar, salah satu syarat sah menjadi hijabers. Astaghfirullaah....
“Eh, Chid.. Lu bisa ngga someday pake kerudung kaya gitu?” Tanya Yuna sambil menunjuk seorang akhwat berkerudung coklat muda menaiki tangga.
“Yang mana?”
“Itu yang kerudungnya lebar nutupin dada..”
“Oh itu. Insyaa’ Allaah pasti bisa.”
Doa itu didengar Allaah rupanya. 
                                                                  
            Surakarta, September 2012
                        Tanpa terasa, sebulan sudah saya memakai kerudung lebar. Kepindahan saya di Kota Solo dalam rangka melanjutkan pendidikan dan berhijrah dalam dua arti. Hijrah dalam jasmani dan rohani. Hijrah lahir dan batin.
            Tubuh saya berhijrah untuk menjauhi pengaruh yang harus dan akan saya tinggalkan di Jakarta. Hal – hal yang mungkin akan membuat saya jauh lagi pada Rabb saya. Sedangkan hati saya berhijrah untuk mencari ketenangan yang lebih baik dalam hal ibadah. Bukan berarti di Jakarta tidak bisa beribadah. Namun, godaan yang begitu banyak seakan menimang saya setiap hari untuk melupakan Dia dan lingkungan di sekitarnya pun mendukung. Saya tidak dan memang belum menemukan sahabat sejalan saat itu. Dan karena itulah saya memutuskan untuk berhijrah.
            Sore ini ada acara pertemuan mahasiswa baru di kampus. Kerudung segiempat berwarna hijau muda dan gamis berwarna hijau tua menjadi pilihan saya. Alhamdulillaah hati ini semakin tenang. Tidak ingin tampil cantik dengan make up dan parfum. Saya tinggalkan dalaman-ninja-cepol yang sudah terlanjur saya beli dulu. Saya tinggalkan pula beberapa pasang sepatu ber-hak tinggi, wedges 12 cm, dan sepatu boots itu tetap pada tempatnya. Sedikit berdebu, karena tidak pernah dipakai. Dan yang paling terlihat berbeda adalah, setelan celana harem, vest, pasmina pelangi berwarna warni itu sudah tidak berada di lemari pakaian saya.
            Kerudung lebar berwarna hijau muda itu adalah kerudung lebar pertama saya. Masih teringang jelas ketika saya meminta ijin pada ibu untuk memakai kerudung lebar. Sungguh, saya yakin pasti awalnya akan sangat asing. Ibu tidak melarang, beliau tersenyum. Dan saya yakin senyuman itu adalah tanda ‘Ya’. Kemudian esoknya, saya mengenakan kerudung lebar hijau muda dan gamis panjang hijau tua.
            “Kamu terlihat dewasa dan anggun sekarang ya, Mbak,”  ucap Ibu.
Semenjak itu saya mengumpulkan satu demi satu baju muslimah syar’i. Dan semakin merapikan pakaian di lemari tanpa menjamah baju masa lalu yang berwarna-warni.
Pada akhirnya hidup dan mati saya hanyalah milik-Nya. Dan mempersembahkan yang terbaik dalam hidup saya untuk-Nya adalah tujuan utama saya saat ini. Ini adalah perjalanan panjang tanpa henti mencari ridho Illaahi. Saya mungkin tidak akan berhenti untuk memberitahukan kecintaan saya pada Allaah dengan mengikuti syari’at-Nya.
Saya merasa doa saya saat sholat di Masjid itu terjawab. Allaah meberikan saya waktu yang tepat untuk berhijrah. Tempat yang tepat untuk memulai. Saudara yang tepat untuk saling mendukung. Rencana kita mungkin sudah matang, tapi memang rencana-Nya itulah yang terindah.
Seperti sudah digariskan. Kenal Mbak Ani, baca buku Suri Tauladan, kenal Yuna, rencana-rencana bisnis aksesori, peristiwa di masjid Blok M Square sampai tinggal di kota ini sekarang dalah bukti bahwa Dia menuliskan surat cinta yang saya baca dengan tanpa sengaja.
Beruntung, diperjalanan ini saya dipertemuakan dengan keluarga yang berjalan bersama serta saling menguatkan. Keluarga yang mencintai Allaah serta sunnah Rasulullaah SAW. Keluarga besar bidadari yang akan bertemu lagi di surga. Insyaa’ Allaah.
“Wahai anak Adam! Sesungguhnya Kami sudah menurunkan kepada kamu (bahan untuk) pakaian menutup aurat kamu, dan pakaian perhiasan; dan pakaian berupa takwa itulah yang sebaik-baiknya.” (Surah al-A’raaf, ayat 26)

Nama

aku bertemu banyak nama yang sama sepertimu tiada kata berulang yang mampu membuat analaogi baru seperti saat terdengar nama itu kamu tak ...