Sabtu, 17 Mei 2014

Bawang Putih

Dengan nama Ar-Rahmaan lagi Ar-Rahiim

Jadi begini ceritanya, beberapa hari belakangan entah kenapa keberasa lebih cepat capek, sangat sering ngantuk, mudah pusing, dan susah konsentrasi. Memang sih, saya sepertinya agak kekurangan darah atau bahasa kerennya anemia. Tidak berhenti sampai di situ, entah saya lupa juga kenapa tiba-tiba leher sakit padahal bukan bangun tidur.



Dalam situasi yang sedemikian pelik, salah seorang teman menakut-nakuti dengan bilang,
"Acid, kamu harus hati-hati. Itu bisa jadi gejala kolesterol. Aku juga gitu kemarin."
DEG!
Denger kata kolesterol, ya K O L E S T E R O L, saya merasa lebih tua dari usia yang sekarang.
Secara kolesterol biasanya diderita oleh orang yang suka makan gulai otak di restoran padang yang ciri-cirinya perutnya buncit. 
Lalu saya pikir, OH NO, saya tidak bisa begitu. Itu stereotype.

Mulailah saya membuat list makanan yang saya makan beberapa hari ke belakang. 
Dan tadaaaaaaa... 
Amazing...
Beberapa hari yang lalu makanan yang saya makan ialah :

  • Soto jeroan ayam di depan RRI
  • Nasi bandeng pake SATE USUS di wedangan
  • Sate kulit di Bu Pur
  • Sambel udang 
  • Udang asam manis 
  • Cumi asin masak sendiri
*garuk tembok*

Kemudian saya pun mencoba mencari tahu makanan apa yang bisa menurunkan kolesterol sekaligus menjadi detoks untuk tubuh.

Ketemulah bahwa salah satu bahan makanan ajaib itu adalah : BAWANG PUTIH
Dan kemudian, didukung oleh link ini dan ini, maka saya bertekad bulat untuk membeli bawang putih kemudian mengkonsumsinya sebagai 'cemilan'. 
Ya, CEMILAN, kalian ngga salah baca. 

"Bawang putihnya harus digado agar kandungan zatnya tidak rusak", kira-kira demikian petunjuk dari yang saya baca, yang sumbernya saya sudah lupa.

Kebetulan, pagi tadi ta'lim libur. Jadi saya mampir ke warung buat beli bawang putih. 
Karena dalam masa percobaan, saya beli cuma Rp 2000,-. Dapetnya segenggam lah, lebih dikit.
Lumayan, kata saya dalam hati.

Barusan, saya kupas bawang itu kemudian saya potong-potong. Sesuai anjuran, saya cemilin potongan bawang putih itu dengan aksi paling anggun seperti wanita kerajaan antah berantah sedang makan di restoran kelas atas. Potongan pertama saya suapkan masuk mulut. Dan seperti yang sudah kalian semua tahu, saya kemudian menggigitnya dan mengunyahnya.

Dan.....
Saya istighfar.

Rasanya anehhhhh luar biasa. pedes-pedes dan baunya itu ngga nahan.

Oh, tapi jangan panggil saya Acid kalau tidak bisa bertahan dengan ini semua.

"Ayo Acid kamu bisa!"begitu kira-kira saya membatin. 

Kemudian potongan pertama itu sukses tertelan.

Segala puji bagi Allah... saya terharu.

Potongan kedua, kali ini saya ambil potongan yang gedean dikit. Dalam hati saya berniat menelannya saja seperti makan pil kalau tidak tahan. 

Tapi ah, segalanya terlambat. Saya malah mengunyahnya. Dan.... yah, perut saya kali ini mual dan melilit tidak tahan.

Karena saya pantang buang makanan, meskipun getir, saya telan saja.
Dalam hati saya membatin, "ayo Acid, demi masa depan suami dan anakmu kelak.." padahal serius ngga ada hubungannya.


Sementara itu, perut saya sudah kaku dan kepala sudah pening luar biasa.
Rupanya saya tidak membaca peringatan akan efek samping makan bawang putih di blog ini.
Mungkin saya termasuk yang jenis terakhir, yang disebut dalam tulisan itu. Saya alergi bawang putih.

Sampai di situ, saya menyerah.
Bawang putih dua siung yang sudah saya potong - potong dan siap dicemil tadi hanya berkurang dua potong.

Yang menyusul kemudian adalah bau mulut yang tidak kunjung hilang meskipun saya sudah mengunyah 2 permen kopiko, 1 milikita, 1 sachet milo, sikat gigi, dan minum air putih.
Sampai saat saya mengetik ini rasanya tahak (sendawa) nya masih rasa bawang putih.
Hyeekk~

Tapi tidak apa-apa, hikmah yang dapat diambil hari ini sangatlah besar: 
"Bahwasanya sesuatu yang asal dan niatnya baik, bisa berubah jadi bencana buat diri sendiri jika kita tidak betul memperhatikan hal-hal yang lain."
Dalam kasus saya, saya tidak memperhatikan kemungkinan alergi yang mungkin timbul.

Dalam kasus sehari-hari, bisa jadi maksud baik yang tadinya kita tujukan untuk orang lain, akan berdampak buruk kalau kita tidak memperhatikan faktor lain. Misalnmya kondisi psikologisnya atau sifatnya.

Analogi itu dapat dijelaskan dengan contoh yang lebih jelas seperti ini, Menasehati orang lain, hendaklah dengan cara yang hikmah. Jika kemudian menasehati seperti menggurui, atau buruknya malah dengan kalimat kasar, tentu bukan hikmah yang didapat. Bisa jadi malah amarah.

Saya tidak bisa memaksakan diri makan bawang putih meskipun baik, karena saya alergi. 
Kita juga tidak bisa memaksakan hidayah kepada orang lain, sebab hidayah min Allah. Hidayah itu mutlak kepunyaan Allah. Kalau kita memaksa, bisa jadi orang tersebut malah lari karena terlanjur 'alergi'.

Begitulah kira-kira.

Barakallahu fiikum.


-Bhayastrij Ika-



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nama

aku bertemu banyak nama yang sama sepertimu tiada kata berulang yang mampu membuat analaogi baru seperti saat terdengar nama itu kamu tak ...